Lanjutan matriks rotasi

Ini adalah lanjutan dari penjelasan matriks rotasi 1D dan 2D yang telah dibahas di sini.

Untuk rotasi 3D, pada dasarnya rotasi tetap dilakukan pada plane – yang pastinya plane adalah objek 2D – dan pada 3D space ini, rotasi dipecah menjadi sub-sub rotasi, yakni rotasi pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z. Seperti terlihat pada gambar berikut:

rotasi (5)a

Untuk menentukan arah rotasi CCW, gunakan kaidah tangan kanan.

tangan

Satu kali rotasi pada 3D adalah terdiri dari seberapa besar objek tersebut dirotasi  pada sumbu x, kemudian dilanjutkan rotasi sesuai sumbu y dan terakhir sesuai dengan sumbu z. Urutannya tergantung perubahan yang diinginkan dan besarnya sudut untuk masing-masing rotasi juga bisa berbeda-beda. Tergantung kebutuhan.

Rotasi 3D bisa dibayangkan seperti gambar pesawat berikut.

rot

Dengan masing-masing sumbu disebut dengan sumbu untuk roll, pitch dan yaw. Bila kita set sumbu koordinat seperti gambar koordinat 3D yang saya buat di atas dan objek pesawat sejajar&searah dengan sumbu x, maka sumbu x adalah untuk ‘roll’, sumbu z adalah ‘pitch’ dan sumbu y adalah ‘yaw’.

rpy

dengan kata lain, untuk sebuah rotasi 3D artinya seberapa besar objek di ‘roll’, di ‘pitch’ dan di ‘yaw’ 😉

Selanjutnya, mari kita bahas matriks rotasinya. Karena kita di 3D space, maka matriksnya berukuran 3×3 dan dimulai dari R = I

rotasi (5)b

Seperti dijelaskan sebelumnya, rotasi 3D adalah gabungan dari 3 sub rotasi. Gambar di bawah, menjelaskan rotasi sebuah vektor v ke posisi v' dengan sudut yang saya buat sama untuk setiap sumbu yakni \theta

Gambar pertama, rotasi pada sumbu z..saya buat sumbu z berwarna oranye yang artinya bahwa sumbu z di non-aktifkan alias diam. Rotasi dilakukan di plane xy, dengan arah CCW pada sumbu z. Hal yang sama berlaku untuk rotasi pada sumbu x dan y.
rotasi (5)c

Untuk memperjelas bahwa sudut untuk masing-masing rotasi di setiap sumbu bisa berbeda, maka penjelasan selanjutnya saya ubah dengan sudut \alpha untuk rotasi pada sumbu z, sudut \beta untuk rotasi pada sumbu x dan sudut \gamma untuk rotasi pada sumbu y.

Untuk membuat gambar jadi lebih sederhana, sumbu yang non-aktif saya abaikan.
rotasi (5)d

Bisa dilihat di tabel di atas, bila rotasi dilakukan pada sumbu z maka elemen pada kolom ke 3 matriks rotasi akan di biarkan apa adanya. Demikian juga halnya dengan matriks rotasi pada sumbu x dan y. Penjelasan mengenai nilai sinus dan cosinus dalam tabel sama dengan penjelasan saya di sini, karena rotasi terjadi pada plane 2D.

Kemudian, hasil akhirnya adalah sebuah matrix yang merupakan perkalian dari ketiga matriks tersebut. Karena perkalian matriks tidak bersifat komutatif, maka..perkaliannya harus disesuaikan dengan urutan rotasi.

Misalkan, rotasi 3D yang diinginkan adalah R_x(\beta) -> R_z(\alpha) -> R_y(\gamma), maka hasil matriksnya adalah: R=R_x(\beta)R_z(\alpha)R_y(\gamma) atau disebut juga rotasi Roll-Pitch-Yaw.

Sedangkan bila rotasi yang diinginkan adalah Yaw-Pitch-Roll, maka perkalian matrixnya adalah R=R_y(\gamma)R_z(\alpha)R_x(\beta).

Rotasi >3D atau nD, dasarnya tetap rotasi 2D dan prosesnya sama dengan kita memproses rotasi 3D yang dimulai dari sejumlah sub rotasi dan kemudian dikalikan sesuai urutannya, hingga akhirnya dihasilkan sebuah matrix R.

Latihan Soal

latihan2 latihan3

dan point-point dalam soal di atas apabila dihubungkan menjadi sebuah kubus dalam sistem koordinat 3D, sekaligus ilustrasi hasil transformasinya pada ketiga sumbu akan tampak seperti berikut:

rotasi 3D

Selamat belajar ^^

Matriks Rotasi

Dalam transformasi, ada yang namanya Rotasi. Bagi yang mau belajar bagaimana matriks rotasi ini dibentuk, berikut adalah penjelasan yang saya buat sesederhana mungkin. Semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Penjelasannya saya mulai dari matriks rotasi untuk 1, 2 dan 3 Dimensi. Tidak banyak yang bisa saya obrolin di rotasi 1 dimensi. Sebab, space 1D berupa garis dan hanya ada titik di dalamnya. Titiknya mau dirotasi ke arah manapun bentuknya akan tetap sama, tidak berubah.

Kemudian, yang menarik dan menjadi dasar bagi rotasi dimensi selanjutnya adalah rotasi 2D, yang saya ilustrasikan berupa vektor.

Yang harus diingat:

rotasi hanya bisa dilakukan pada plane atau bidang 2D saja.

rotasi (1)

Matriks rotasi 2D saya jabarkan mulai dari penggunaan matriks Identitas, I, yang kemudian tiap kolomnya disebut sebagai basis vektor.

rotasi (2)Dengan memanfaatkan apa yang telah kita ketahui di atas, maka proses selanjutnya adalah menentukan posisi e_1' and e_2'

Berikut adalah penjelasan menentukan e_1':

rotasi (3)

dan e_2' serta matriks rotasi secara general adalah:

rotasi (4)

Latihan Soal

latihan1

Lanjut ke Rotasi 3D

Algoritma Gauss-Newton

Ngerasa balik lagi ke India, hehe..dosennya keliatan galak en nanyanya kaya ngebentak-bentak gitu..tapi sebenarnya ga begitu. Dulu di awal-awal kuliah, kalo ketemu dosen begini jantung rasanya mau copot. Banyak temen-temen foreigners yang sebel (sampe benci) sama dosen jenis gini. Katanya sok-lah..nggaya lah.. Tapi saya melihatnya dari perspektif lain.. 🙂

Anyway, akhirnya di video ini saya mendapatkan penjelasan yang amat sangat top sekali tentang algoritma untuk optimisasi. Bahkan saya bisa tau kalau buku kitab yang dipercaya oleh pmbimbing, ternyata mengandung kesalahan gara-gara penjelasannya si bapak ini..hihi.

Hari ini ditutup dengan rasa syukur.. dan ucapan terima kasih.

Sebuah cerita tentang Infinity

Di postingan terdahulu tentang Projective Geometry, sudah banyak ilustrasi yang saya buat untuk mendukung penjelasan saya. Nah, sekarang..saya mau cerita lagi tentang infinity.

plane model

Sebuah plane pada sistem 3 dimensi, dengan z=1, saya gambarkan terdapat dua buah garis parallel. Dengan (0,0,0) adalah CoP (Center of Projection), saya buat dua buah plane lainnya yang melalui CoP dan berpotongan pada plane z=1. Perpotongan inilah yang membentuk dua buah garis paralel pada plane z=1.

Perhatikan kedua garis paralel tersebut. Bila kedua buah plane dibayangkan berukuran tak hingga, maka kedua garis paralel tersebut pun akan bertambah panjang..hingga tak hingga. Dan dari sini, bayangkan kedua garis tersebut berujung di suatu titik tak hingga yang disebut dengan point at infinity atau ideal point.  Set garis paralel lainnya dengan arah berbeda akan bertemu pada titik tak hingga lainnya, yang saya gambarkan dengan point-point hitam.

Coba ambil plane z=1 dan perhatikan gambar berikut:

plane model1

plane yang sama, dilihat dari sisi lain jadi seperti berikut:
plane model2

Set garis paralel lain yang saya maksud adalah seperti ini: plane model3

Kumpulan ideal point ini membentuk sebuah garis..yang disebut dengan..line at infinity, l_\infty.

Ok, sampai di sini..apakah para pembaca sekalian yakin kalau ideal point itu ada? yakin infinity itu ada? Padahal tidak dapat dilihat, dirasa ataupun diraba keberadaannya di dunia nyata. Tapi, ideal point ini kalau digambarkan atau dihayalkan..jadi memudahkan pemahaman tentang banyak hal. Waktu SD dikenalkan bilangan tak hingga kah oleh guru matematika? bilangan imajiner juga kan? sesuatu yang tidak nyata, tetapi diyakini ada. Sesuatu yang disimbolkan dengan l_\infty atau i untuk bilangan imajiner 🙂

Kembali ke konsep di atas, Ideal point ini juga membantu penyelesaian masalah-masalah yang dulunya dianggap mustahil 😉 Contoh sederhana, misalnya dengan bantuan konsep dan ilustrasi ideal point ataupun benda-benda lainnya di ruang tak hingga, rekonstruksi 3 dimensi bisa dilakukan. Banyak permasalahan matematika/geometri yang dapat diselesaikan dengan konsep dan ilustrasi seperti ini.

Alasan yang sama mengapa sampai saat ini dan seterusnya saya percaya Tuhan itu ada..dan tidak pernah mempermasalahkan kenapa agama saya ataupun agama lainnya membuat representasi Tuhan dengan bentuk ataupun simbol yang diyakininya.

Bilangan Kompleks, Imajiner dan Real

Bilangan Kompleks, Imaginer, Real (Asli)..sekarang harus tahu bedanya! (y)

Bilangan kompleks ditulis dalam format z=a+bi dengan a dan b adalah bilangan Real (a,b\in\mathbb{R}).

Penulisannya dibagi menjadi dua bagian, yakni bilangan kompleks z yang terdiri atas bagian real $latex $ dan bagian imajiner bi. Dimana i=\sqrt{-1}.

Bila a=0 maka bilangan kompleks kita adalah z=bi dan ini disebut dengan bilangan kompleks imajiner murni atau pure imaginary complex number.

Semua bilangan real adalah bagian dari bilangan kompleks \mathbb{R}\in\mathbb{C} dengan b=0, yakni z=a+0i. Misal bilangan real 5 bila dituliskan dalam format bilangan kompleks adalah 5+0i.

Untuk meyakinkan bahwa bilangan real adalah subset dari bilangan kompleks, silahkan perhatikan gambar berikut:

kompleks

Gambarnya diambil dari sini.

Kosong adalah Isi, dan Isi adalah Kosong

Baru kali ini saya yakin dengan kata-kata tersebut. Apa yang dulu saya yakini Isi, ternyata adalah Kosong. Dan apa yang saya yakini Kosong..ternyata adalah Isi.

Dari sebuah film saya kemudian juga berpikir..antara setan dan manusia. Jangan-jangan sebenarnya yang saya takuti dan namai sebagai setan, merekalah manusianya..dan mereka menganggap saya setannya. Dan jangan-jangan..ternyata..setan dan manusia itu objeknya sama! Setan adalah manusia, dan manusia adalah setan! #ribet?

To the point aja. Saya mau membahas garis dan lingkaran. Ternyata yang selama ini saya anggap lingkaran..sebenarnya adalah garis! dan garis adalah lingkaran! dan ternyata lagi..garis dan lingkaran itu objeknya satu! Garis adalah lingkaran, dan lingkaran adalah garis.

Awal praduga saya..dari sini..

ampundj

Coba perhatikan ilustrasi berikut. Saya buatkan 5 buah lingkaran dan saya posisikan sebuah window berbentuk persegi di masing-masing lingkaran tersebut untuk memberikan fokus pada segmen lingkaran yang berubah sesuai dengan besarnya lingkaran yang saya buat.

Perhatikan perubahannya! Segmen lingkaran pada window no. 1, masih berbentuk kurva melengkung. Pada window no. 2 segmennya sudah melebar, window no. 3 lebih lebar lagi dan perhatikan pada window no 5 setelah lingkaran saya ubah besarnya menjadi tak hingga..segmennya berubah menjadi garis lurus.

Bila pada window no 1 saya mulai dengan ukuran lingkaran sangat..amat keciiiiil sekali, maka..yang terlihat pada segmennya adalah sebuah……titik. Bila saya perbesar, namun ukuran lingkaran tidak melebihi ukuran window, maka pada window tersebut yang tampak adalah sebuah..lingkaran.

Paham maksud saya? TitikLingkaranGaris.

ampundj

Ada lagi, bila yang diubah-ubah adalah diameternya pada arah vertikal atau horizontal ataupun keduanya bersamaan, seperti berikut:

ampundj

Jadi, anyone..tolong yakinkan bahwa saya adalah MANUSIA. 😀

Geometri Imajiner

ima

Referensi menarik dan penyajiannya sederhana ^_^

Bagi yang mau belajar tentang geometri imajiner bisa memulai dari buku ini. Bukunya di-share secara gratis oleh perpustakaan Cornell University, dan file-nya bisa didapatkan di sini.

Selamat belajar!

NB:

Tiap kali melipat-lipat halamannya, jantung berdegup kencang ‘ya ampyuun, tahun 1920, waktu itu saya sedang jadi apa? lagi ngapain?’ #krik-krik-krik#

Membuat bookmark pada dokumen LaTeX

Pengen tampilan pdf dengan bookmark..yang mirip explorer itu? caranya mudah. Pada bagian preamble, yaitu di tempat berkumpulnya \usepackage.. , kopikan perintah 

\usepackage[bookmarks]{hyperref}

seperti pada gambar berikut:
bookmark1
kemudian run dokumennya ke pdf dan ***TRING!!***

bookmark2

 

selamat mentjoba!

Apakah Circular Points?

Persamaan conic secara umum pada 3D space adalah:

ax^2+bxy+cy^2+dxz+eyz+fz=0

dan representasi matrix pada persamaan tersebut adalah:

matrix

dimana a, b, c, d, e, f adalah koefisien dari matrix conic. Persamaan matrix di atas dapat juga ditulis dengan lebih sederhana:

\mathbf{x}^TC\mathbf{x}=0

yang artinya sebuah point \mathbf{x}=(x,y,z)berada dalam sebuah conic C jika dan hanya jika..memenuhi persamaan \mathbf{x}^TC\mathbf{x}=0.

Sebuah circle, adalah sebuah conic dengan persamaan ax^2+2dxz+2eyz+ay^2+fz^2=0, yakni dengan koefisien pada matrix conicnya a=c dan b=0.

Bila circle tersebut berada pada plane at infinity, dengan z=0 maka persamaan circle pada plane at infinity menjadi ax^2+ay^2=0. Jika nilai a diset sama dengan 1, maka persamaan circle pada plane at infinity akan menjadi sederhana, yakni x^2+y^2=0.

Kemudian, pada plane at infinity (z=0), terdapat sebuah garis yang disebut dengan line at infinity. Terdapat dua buah compleks point pada line at infinity yakni point I=(1,i,0) dan J=(1,-i,0) yang berada pada circle at infinity. Dua point inilah yang disebut dengan CIRCULAR POINTS.

Fenomena ini dapat dibuktikan dengan memasukkan point I dan J ke dalam persamaan circle at infinity:

x^2+y^2=0

dengan substitusi I=(1,i,0) , maka x=1, y=i, z=0 dan persamaan circle-nya menjadi (1)^2+(i)^2=0. Karena i^2=-1, maka 1-1=0.

Hal yang sama berlaku untuk point J=(1,-i,0).

Sepasang point yang kita bahas dapat diilustrasikan sbb:

circular points

Cara mudah menulis formula pada LaTeX

Untuk yang kepepet atau yang gak mau ribet, ada cara mudah menuliskan formula matematika pada LaTeX.

Caranya adalah:

1. Buka editor LaTeX online, semacam Online LaTex Equation Editor. Tuliskan formulanya di sini dengan memanfaatkan toolbox yang telah disediakan.


formula latex4

2. Kopi formula yang dituliskan tadi dan tempelkan pada lembar dokumen LaTex anda. Tuliskan di antara tag equation atau tag lain yang memang disediakan untuk penulisan formula.

formula latex

3. Run dokumen anda dan ***TRING!!*** formula latex2

Selamat mentjoba!

Dream of Alexandria

I started to like Projective Geometry thing and I started to dream a visit to Alexandria. Pappus of Alexandria. Since I read the history of this Projective Geometry, I really admire him and other Mathematicians in the past. Ohh…the only thing I regret being born in this world is..I dont have a chance to meet him personally. I really want to know, how his mind was working? I want to visit Alexandria..to feel the breeze of knowledge..to smell the victory of science in the past.

I wish he will come to my dream tonight and willing to teach me Math. Seriously.

Then, last Friday…when I almost belived that the book from year 1952 will be difficult to find, the Library has it! Oh. My. God! it is amazing that I can touch this book. Even it is not the work of Pappus directly, but..this book is older than my age, it is about projective geometry and people are talking about this book as a good reference to learn what I need.

When I touched it for the first time, it was when the librarian handed it to me…my heart was beating so hard! I felt like touching the treasure in a far away isle after a battle with Captain Hook! huhu…how these people can have this kind of bright brain? Even that time my parents haven’t born yet! My grand parents just started teasing each other.. 😀

20130628_174039

Once again I want to mention here, I want to visit Alexandria.

Cara mudah mendapatkan format BibTex

Untuk membuat bibliografi (atau referensi) pada laporan, paper atau naskah apapun yang ditulis dengan Latex, berikut ini saya bagikan cara mudah untuk mendapatkan format BibTex-nya:

Gunakan Google Scholar:

1. Cari judul paper yang akan di-list dalam bibliografi. Kemudian klik ‘Cite’ di bawah judul paper tersebut:

scholar1

2. Nah, setelah muncul jendela yang menuliskan beberapa jenis format, klik ‘import into BibTex:

scholar2

3. Jendela berikutnya akan memunculkan format BibTex yang diinginkan. Tinggal dikopi dan ditempel saja pada dokumen BibTex anda 🙂

scholar3

Selamat menulis!

Berkenalan dengan Projective Geometry (Bag. 3/3)

…….lanjutan dari Bagian 2

5. Real projective plane dan Homogeneous Coordinate

Pada gambar 10, terdapat sebuah vektor \vec{p}(1,1) dan selain itu pada bidang tersebut terdapat pula dua buah garis paralel l1 dan l2 yang masing-masing menghubungkan dua buah point A(1,1) – B(5,5) dan C(4,1) – D(8,5).

Dengan:

\frac{x-x_1}{x_2-x_1}=\frac{y-y_1}{y_2-y_1}

didapatkan persamaan garis:

l_1:x-y=0;

l_2:x-y-3=0

Persamaan garis ini memenuhi

a.x+b.y+c=0

Pada l1, koefisien a= 1, b=-1 dan c=0 sedangkan pada l2, koefisien a=1, b=-1 dan c=-3.

Untuk mempermudah, setiap garis mulai saat ini akan diidentifikasi dengan parameter (a, b, c) saja. Misalnya garis l1 = (1, -1, 0) dan l2 = (1, -1, -3).

Perhatikan bahwa sebuah konstanta non zero, \lambda untuk vektor (\lambda .a,\lambda .b,\lambda .c) merepresentasikan garis yang sama dengan (a, b, c).

Satu lagi, khusus untuk vektor (0, 0, 1) bila diinputkan ke persamaan a.x+b.y+c=0 tidak merepresentasikan sebuah garis.

0.x + 0.y + 1 = 0 menghasilkan persamaan 1 = 0, dan ini bukan merupakan sebuah persamaan yang valid.

plane 2DGambar 10. Contoh dua buah garis paralel pada Euclidean plane pada \mathbb{R}^2.

Tak lupa, kedua garis parallel l1 dan l2 juga parallel dan searah dengan vektor \vec{p}(1,1).

Cukup dulu dengan intuisinya, sekarang kita tancapkan/pasangkan (duh, jadi aneh ya 😀 maksudnya ‘embedding‘) Euclidean plane \mathbb{R}^2 ke 3D space \mathbb{R}^3 dengan mengatur letaknya sesuai dengan nilai z tertentu seperti contoh berikut:

koordinat5Gambar 11. Beberapa contoh memasangkan Euclidean plane \mathbb{R}^2 pada 3D space \mathbb{R}^3

Plane \mathbb{R}^2 yang telah dipasangkan pada \mathbb{R}^3 seperti contoh pada Gambar 11 menggambarkan koordinat homogeneous pada real plane \mathbb{R}^2. Nilai z, disesuaikan dengan scaling factor yang dipilih pada koordinat homogeneousnya. Nilai z (asalkan z \neq 0) tidak akan berpengaruh terhadap nilai real setiap point pada plane \mathbb{R}^2.

Gambar 12 kembali menekankan bahwa setiap plane yang dipasangkan sesuai dengan nilai z yang dipilih memiliki nilai koresponding pada z=1.

Misalkan

Untuk sebuah point A = (3, 4) pada plane \mathbb{R}^2.

  • Bila plane tersebut dipasangkan pada z=1, maka point korespondingnya adalah A(3, 4, 1) dan real pointnya adalah A(3/1, 4/1) =A(3, 4).
  • Bila plane tersebut dipasangkan pada z=2, maka point korespondingnya adalah A(6, 8, 2) dengan point korespondingnya pada z=1 tak lain adalah A(6/2, 8/2, 2/2) yaitu A(3, 4, 1)
  • demikian seterusnya..

Hal ini berlaku untuk semua point pada plane \mathbb{R}^2 yang dipasangkan pada 3D space \mathbb{R}^3. Untuk seterusnya, saya akan menggunakan z=1 sebagai standar koordinat homogenous.

Satu lagi yang penting yaitu, semua garis yang ditarik dari setiap point pada plane tersebut, berpotongan pada koordinat center (0, 0, 0).

koordinat6Gambar 12. Contoh point pada dua buah plane yang dipasangkan pada sebuah 3D space.

koordinat8Gambar 13. Contoh garis yang didapatkan dari dua buah point

Garis pada plane \mathbb{R}^2 (perhatikan garis berwarna hijau Continue reading

Berkenalan dengan Projective Geometry (Bag. 2/3)

…….lanjutan dari Bagian 1.

3. Extended Euclidean Space

Perhatikan gambar rel kereta api pada gambar berikut:

rail_tracks_smallGambar 5. Rel Kereta Api

(File gambar rel kereta api dikopi dari sini)

Dari axiom Euclid, Hilbert dan juga ilmuwan lain tentang garis paralel sepertinya tidak mampu mencakup fenomena seperti yang tampak pada Gambar 5. Pada contoh di atas, kedua garis vertikal sebenarnya adalah dua buah garis paralel pembatas rel kereta api yang tampak bertemu pada sebuah titik di horison.

Sesuai dengan axiom yang telah saya bahas sebelumnya, dua buah garis parallel tidak pernah bertemu. Inilah dasar pengembangan Euclidean Space, menjadi Extended Euclidean Space (EES) yang saya simbolkan di sini dengan \infty\mathbb{R}^2.

EES1 Gambar 6. Extended Euclidean Plane

Pada gambar 6, setiap kelompok garis parallel pada Euclidean plane, \alpha, di-extend (perpanjang) hingga semua garis parallel pada kelompok tersebut bertemu pada sebuah point pada space tak hingga (mulai sekarang saya sebut ‘point at infinity‘), yaitu point \infty A dan \infty B.

Point at infinity disebut sebagai ‘Ideal Point‘.

Jadi:

  • Garis a parallel dengan b, dan parallel dengan c  bertemu pada point at infinity, \infty A.
  • Garif p parallel dengan q bertemu pada sebuah point at infinity, \infty B.
  • P adalah sebuah point pada Euclidean plane \alpha, yang merupakan perpotongan antara dua buah garis yang juga berada pada plane \alpha yaitu p dan b.

Point at infinity kemudian diilustrasikan seperti pada gambar 7. Bila antara point at infinity ditarik sebuah garis..maka garis ini disebut dengan garis/line at infinity, \infty l. Konsep point dan line at infinity ini adalah dasar dari Extended Euclidean Plane (EEP). Kemudian, dari set EEP terbentuklah EES. Semua operasi pada Euclidean Space berlaku juga pada EES.

EES2Gambar 7. Extended Euclidean Plane, dengan ilustrasi point, line at infinity

4. Homogeneous Coordinate

Sebelum dilanjutkan, silahkan perhatikan lagi sistem Continue reading

Singular Value Decomposition [intuisi]

Ini adalah pelengkap penjelasan SVD dari catatan saya terdahulu yang sudah disertai contoh soal dan penyelesaian.

Bagian ini saya tambahkan sebagai intuisi, untuk mengetahui alasan di balik ukuran matriks U = mxm, D = mxn, dan V = nxn.

Sebenarnya ada referensi lain yang menyebutkan bahwa ukurannya U = mxn, D = nxn, dan V = nxn (seperti dijelaskan di situsnya Wolfram). Keduanya benar, dan sama-sama menghasilkan matriks U dan V yang orthonormal dan D diagonal. Nah, dalam catatan saya ini, demi melanjutkan penjelasan sebelumnya..saya bahas ukuran pertama yang saya sebutkan di atas.

Selamat belajar!

svd1

Continue reading

Berkenalan dengan Projective Geometry (Bag. 1/3)

1. Euclidean Geometry

Geometry (berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu Geo = “Bumi” dan Metron = “Ukuran”) adalah cabang dari ilmu matematika yang berfokus pada space (ruang) baik itu bentuk, ukuran, posisi objek dan properti dari ruang. Ilmu ini diawali oleh matematikawan Euclid dengan kumpulan bukunya yang berjudul “The Elements”, yaitu buku yang ditulis dalam 13 volume yang berisikan ilmu tentang geometri (pengetahuan tentang titik, garis, sudut dan bidang). Euclid juga memperkenalkan kelima axiom-nya yang adalah dasar dari perkembangan ilmu geometri modern.

Euclid’s axioms adalah sebagai berikut:

  1. [Titik dan Garis] Dua buah sembarang titik dapat dihubungkan oleh satu dan hanya satu garis lurus.
  2. [Segmen Garis] Sembarang segmen sebuah garis dapat diperpanjang hingga tak hingga.
  3. [Lingkaran] Untuk sembarang titik, dan garis yang terhubung padanya, dapat digambar sebuah lingkaran: dimana ttitik tersebut adalah pusatnya dan garis yang terhubung tadi adalah radiusnya.
  4. [Sudut] Semua ‘right angles‘ (sudut yang terbentuk dari pertemuan dua garis tegak lurus. Misalnya, sudut 90º pada segitiga siku-siku), ukurannya sama besar.
  5. [Garis Paralel] Terdapat sebuah garis lurus yang menimpa dua garis lurus lainnya dan membuat sudut interior pada sisi yang sama, besarnya adalah kurang dari dua buah right angles. Kedua buah garis lurus tersebut, jika digambarkan hingga tak hingga, hanya akan bertemu pada sudut yang besarnya kurang dari dua buah right angles.

Dengan kata lain, axiom no.5 mengandung arti dua garis dikatakan paralel jika keduanya tidak pernah saling bertemu. Tidak dijelaskan apakah jarak antara kedua garis ini selalu sama atau tidak. Akhirnya axiom no. 5 inilah yang banyak mengundang kontroversi dikemudian hari.

Dari ke 13 buku tersebut:

Buku I-IV dan VI membahas tentang bidang (plane) pada geometri, serta pembuktiannya. Pembuktian teori Phytagoras juga termasuk di dalamnya.

Buku V dan VII-X membahas tentang teori bilangan, dimana bilangan dibahas secara geometry dan direpresentasikan ke dalam segmen garis dengan berbagai ukuran panjang. Teori tentang bilangan prima, bilangan rasional dan non rasional diperkenalkan di sini. Pembuktian bilangan prima juga dibahas di sini.

Buku XI–XIII berfokus pada “solid geometry“. Misalnya membahas tentang rasio antara volume sebuah kerucut dan silinder. (nama “solid geometry” adalah nama awal untuk 3D Euclidean space).

Karena kelemahan axiom ke-5 Euclid, walau banyak matematikawan yang berusaha membuktikan kebenarannya, akhirnya muncullah David Hilbert dengan 21 jumlah axioms-nya yang dianggap lebih realistis untuk mendefinisikan Euclidean Geometry.

Pada Euclid’s axioms, misalnya juga tidak terdapat penjelasan ilmiah tentang ‘titik’. Namun, Hilbert’s axioms menjawabnya. Hilbert’s axiom terbagi atas 5 kelompok dasar, yakni: combination, order, congruence, parallels, dan continuity.  Selengkapnya bisa dilihat di sini.

Pada kelompok parallels, Hilberts menggunakan axiom dari matematikawan lain bernama Playfair yang menyatakan “Given a line and a point not on it, at most one parallel to the given line can be drawn through the point“, yang dapat diartikan: “Bila terdapat sebuah garis dan sebuah titik yang tidak berada pada garis tersebut, maka terdapat paling banyak satu buah garis yang dapat digambar dari titik tadi, paralel terhadap garis yang telah tersedia.

paralel

Gambar 1, memperlihatkan axiom Playfair tentang paralelitas.

2. Euclidean Space

Titik, garis dan plane (yang didefinisikan pada Euclidean geometry dengan axioms) adalah elemen dasar dari Euclidean space (ruang). Elemen lain yang lebih kompleks misalnya: curves, surfaces dan solids. Elemen-elemen kompleks ini dibuat berdasarkan elemen dasar yang telah disebutkan sebelumnya.

Untuk merepresentasikan elemen dasar  dari Euclidean space, pada umumnya digunakan sistem koordinat Kartesius. Sistem koordinat lainnya dapat dilihat di sini.

Pada setiap dimensi hanya terdapat satu Euclidean space. Continue reading

Persamaan Bidang

Sebenarnya terasa janggal menyebutkan ‘bidang’ dari bahasa inggrisnya ‘plane’. Namun apadaya..kebanyakan literatur berbahasa Indonesia menerjemahkannya menjadi ‘bidang’, jadi saya ikuti saja.. 🙂

Berikut ini adalah catatan saya mengenai persamaan bidang dengan menggunakan vektor normalnya. Catatannya hanya 2 halaman saja, gak banyak kok! ^_^

Untuk mendapatkan intuisi tentang vektor, bisa dicek di catatan saya di sini.

bidang

bidang0001

Selamat belajar dan semoga catatan ini membantu siapa saja yang membutuhkan.

Apakah Vektor?

Vektor, yang secara geometri digambarkan dengan sebuah tanda panah, adalah suatu elemen yang memiliki dua properti: besaran (magnitude) dan arah (direction).

vektor1

Gambar 1. Properti sebuah vektor

Vektor biasa diberi nama dengan menggunakan sebuah huruf, misalnya A. Untuk membedakan antara penamaan bilangan skalar biasa dengan vektor, maka di atas huruf tersebut diberikan tanda panah, \vec{A}.  Beberapa contoh pada gambar 2, menjelaskan vektor lengkap dengan besarannya. Dalam hal ini, besarannya saya hitung berdasarkan jumlah kotak yang dilalui vektor tersebut dari titik pangkal hingga ujung. Untuk mempermudah, lihat dari pangkal vektor tersebut, kemudian perhatikan arah tanda panah ke empat arah: kiri, kanan, atas, bawah.

\vec{A} memiliki besaran: 0 satuan ke arah kiri, 4 satuan ke arah kanan, 3 satuan ke arah atas, 0 satuan ke arah bawah.

\vec{B} memiliki besaran: 3 satuan ke arah kiri, 0 satuan ke arah kanan, 5 satuan ke arah atas, 0 satuan ke arah bawah.

\vec{C} memiliki besaran: 6 satuan ke arah kiri, 0 satuan ke arah kanan, 0 satuan ke arah atas, 0 satuan ke arah bawah.

\vec{D} memiliki besaran: 0 satuan ke arah kiri, 0 satuan ke arah kanan, 5 satuan ke arah atas, 0 satuan ke arah bawah.

gambar1vektor

Gambar 2. Beberapa vektor lengkap dengan arah dan besarannya.

Representasi vektor pada koordinat sistem Kartesius 2 dimensi dapat dilihat pada gambar 3. Sesuai dengan sumbu koordinat x dan y, pada representasi ini vektor tidak lagi dihitung menggunakan arah kiri, kanan, atas dan bawah. Melainkan dengan melihat perubahan ke arah x negatif dan positif, dan perubahan pada arah y negatif dan positif. Perhatikan dua vektor \vec{A} dan \vec{B} pada gambar 3.

gambar2vektor

Gambar 3. Vektor pada sistem koordinat Kartesius

\vec{A} dimulai dari pangkal dengan koordinat b(0,0) dan berakhir pada koordinat a(-5,4). Besaran \vec{A} pada contoh ini adalah (-5, 4). Angka -5 menyatakan pergerakan ke arah x negatif. Sedangkan \vec{B}dimulai pada c(2,3) dan berakhir pada d(10,7) yang artinya besaran \vec{B}= (8,4).

Kemudian, besaran vektor-vektor yang terdapat pada gambar 4 adalah: \vec{A}= (5, 5), \vec{B}= (-3, 3), \vec{C}= (-8, 3), \vec{D}= (0, -5) dan \vec{E}= (5, 0).

gambar3vektor

Gambar 4. Beberapa contoh vektor pada sistem koordinat Kartesius

*) Catatan: yang terpenting dari vektor adalah arah dan besarannya. Titik awal dan akhir tidak berpengaruh, asalkan vektor tersebut memiliki besaran yang sama.

PENJUMLAHAN VEKTOR

jumlahvektor5a

Untuk melakukan penjumlahan terhadap dua buah vektor, dapat dilakukan dengan menjumlahkan tiap bagian besarannya. Pada gambar 5a, \vec{A}= (3,3) dan \vec{B}= (3,0), dari hasil penjumlahan tiap bagian besarannya didapatkan sebuah vektor \vec{A+B} = (3+3, 3+0) = (6,0). Tiap vektor dapat diletakkan di mana saja, karena dalam hal ini yang paling berpelan adalah besarannya. Ilustrasi dari penjumlahan ini dapat dilihat pada gambar 5b, dengan \vec{A+B} = (6, 0).

Untuk mempermudah imajinasi, representasi lain dari vektor yang sama dengan gambar 5a, dapat dilihat pada gambar 5c dan 5d.

Pada 5c, penjumlahan dimulai dari koordinat awal \vec{A}, kemudian dilanjutkan dengan menambahkan \vec{B} pada ujung \vec{A}. Ujung tanda panah pada \vec{B} adalah posisi hasil penjumlahan kedua vektor tersebut. Nah, vektor hasil \vec{A+B} ini dikonstruksi dari pangkal \vec{A} dan berakhir di \vec{B}. Hal yang sama berlaku untuk gambar 5d, hanya saja koordinat awal (pangkal) \vec{A} dimulai dari pusat koordinat (0,0).

jumlahvektor5c

Gambar 5b, 5c dan 5d menghasilkan output Continue reading